Kamis, 06 Mei 2010

Doa Memohonkan Ampunan Bagi Orang Tua


رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

“Ya Tuhan kami, beri ampunilah aku dan kedua ibu bapakku serta orang-orang mukmin yang laki-laki dan perempuan pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS. Ibrahim: 41)

Dalam doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim ini terdapat tiga permintaan ampunan; yaitu permintaan ampun untuk diri sendiri, kedua orang tua, dan untuk kaum mukminin dan mukminat pada hari dihisabnya manusia untuk dibalas sesuai amal-amal mereka.

Seluruh permintaan Nabi Ibrahim ini dikabulkan oleh Allah kecuali doanya untuk bapaknya yang kafir dan memusuhi Allah ‘Azza wa Jalla.

Menurut Ibnu Katsir rahimahullah, doa Nabi Ibrahim untuk kedua orang tuanya ini dipanjatkan sebelum ada perintah dari Allah untuk berlepas diri dari bapaknya.

Sebagian keterangan disebutkan, doanya ini dipanjatkan ketika keduanya sudah tiada. Sebelumnya Nabi Ibrahim berjanji akan memintakan ampun untuk ayahnya setelah mengusirnya karena tidak terima dengan dakwah Nabi Ibrahim yang dianggap menghina berhala-berhala yang dipertuhankannya. Lalu Ibrahim berkata pada bapaknya, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam: 47)

Syaikh Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Allah Ta’ala menerangkan dalam ayat yang mulia ini bahwa Ibrahim memintakan ampunan (maghfirah) untuk kedua orang tuanya, sedangkan dalam ayat lain bahwa permohonan ampunan untuk ayahnya ini sebelum dia mengetahui bahwa dia adalah musuh Allah. ketika tahu, maka Ibrahim berlepas diri darinya, sebagaimana firmanNya,

وَمَا كَانَ استغفار إِبْرَاهِيمَ لأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ للَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya.” (QS. Ibrahim: 114)

Bahkan dalam ayat lain, Allah menyatakan sikap Nabi Ibrahim mendoakan orang tuanya yang musyrik dan kafir tidak layak dicontoh, “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia . . . . kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah”.” (QS. Al Mumtahanah: 4)

Bahkan dalam ayat lain, Allah menyatakan sikap Nabi Ibrahim mendoakan orang tuanya yang musyrik dan kafir tidak layak dicontoh,

Kenapa tidak boleh mendoakan orang tua yang musyrik atau kafir?

Sesungguhnya doa seorang mukmin untuk sesamanya yang beriman adalah bermanfaat, di antaranya memohonkan ampun untuknya. Allah pun memerintahkannya sebagaimana perintah-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)

Tapi Allah juga membuat batasan agar tidak berdoa sesuatu yang tidak diizinkan Allah, bahkan dilarang-Nya, seperti memintakan ampun untuk orang yang mati dalam keadaan kafir atau musyrik. Karena doa dan permohonan tersebut tidak mungkin dikabulkan-Nya.

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.” (QS. At Taubah: 113)

Firman Allah terhadap orang-orang munafik:

سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ

Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka.” (QS. Al Munafiqun: 6)

Disebutkan juga di dalam hadits shahih, bahwa Allah telah melarang Nabi-Nya beristighfar atau memintakan ampun untuk kaum musyirikin dan munafiqin serta mengabarkan bahwa Dia tidak akan memberikan ampunan untuk mereka.

إنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah.” (QS. An Nisa’: 48)

Disebutkan juga di dalam hadits shahih, bahwa Allah telah melarang Nabi-Nya beristighfar atau memintakan ampun untuk kaum musyirikin dan munafiqin serta mengabarkan bahwa Dia tidak akan memberikan ampunan untuk mereka.

Maka larangan memintakan ampun untuk orang musyrik dan kafir yang mati di atas kesyirikan dan kekafiran dikarenakan beberapa sebab, di antaranya:

1. Istighfar untuk mereka sia-sia, tidak berguna dan tidak bermanfaat. Karena Allah telah menetapkan bagi orang yang mati di atas kesyirikan wajib mendapat siksa dan wajib kekal di neraka, tidak bermanfaat syafaat (pertolongan) seseorang, dan tidak pula berguna permohonan ampun orang-orang yang beristighfar walaupun dia Nabi dan Rasul.

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang beriman harus mengikuti keridlaan dan kemurkaan Allah, mencintai siapa yang mencintai Allah dan memusuhi orang yang memusuhi-Nya. Sementara memintakan ampunan untuk orang yang pasti menjadi penghuni neraka yang abadi telah meniadakan semua itu dan membatalkannya.

Fatwa Lajnah Daimah:

Lajnah Daimah ditanya: “ada seseorang yang dulunya muslim, lalu dia murtad (keluar) dari Islam dan mati dalam kemurtadan, apa boleh kita menyebutnya sebagai orang kafir? Bagaimana hukum orang murtad dalam Islam? Bolehkan kita memintakan ampun untuknya, misalnya “Ya Allah ampunilah dosa-dosanya?”.”

Tidak boleh memintakan ampun untuknya jika dia benar-benar meninggal di atas kemurtadan.

Jawaban: “Siapa yang sebelumnya seorang muslim lalu murtad dari Islam maka dia adalah menjadi kafir. Dia diberi kesempatan taubat tiga hari. Jika mau bertaubat, (dimaafkan), jika tidak maka dia dihukum bunuh. Tidak boleh memintakan ampun untuknya jika dia benar-benar meninggal di atas kemurtadan. Dasarnya firman Allah Ta’ala:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.” (QS. At Taubah: 113)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jambore GIGIkita Indonesia

Jambore GIGIkita Indonesia
Jogjakarta, 12-14 Februari 2010